Kalau Hidup Ini Sekedar 'Hidup Kemudian Mati'
Manusia mulai tercipta dari pembuahan sperma dan ovum yang bersatu. Dari dua sel yang bertemu hingga bereplikasi menjadi milyaran sel, yang membentuk jasad manusia. Tumbuh dan berkembang, seiring berjalannya waktu. Kemudian berhenti, menunggu tua, lalu mati. Bila masih ada ruh, disebut manusia hidup, bila sudah tak ada ruh, maka disebut mayat. Jadi, yang menentukan seseorang disebut sebagai manusia hidup adalah adanya ruh dan jasad manusia.
Lalu apa?
Manusia hidup tidak membawa apapun, mati pun tidak membawa apapun. Karena segala sesuatu yang dimiliki manusia di bumi ini adalah berupa materi fisik, uang, rumah, perusahaan, dll. Apa yang dapat dibawa oleh ruh dari semua itu? Ruh itu materi yang halus, tak mampu ia membawa materi yang massanya jauh lebih berat sekali daripada ruh. Bagaimana dengan jabatan dan segala hal yang halus lain? Sama. Semuanya tidak akan berbekas di perjalanan selanjutnya. Sama seperti ketika kita lahir di dunia ini, hanyalah bayi yang tak tahu apa-apa. Siapa yang tahu, sebelum diturunkan ke bumi ini, pada perjalanan sebelumnya, sebenarnya ruh kita itu sehebat apa?
Apakah itu artinya memiliki segala materi fisik dan jabatan adalah kesia-siaan? Ada dua jawabannya, bisa ya, bisa juga tidak. Ya, karena digunakan pada jalan yang sia-sia. Tidak, karena digunakan pada jalan yang tidak sia-sia. Yang dimaksud dengan sia-sia adalah, apabila materi fisik tersebut tidak dapat mengantarkan ruh pada persinggahan selanjutnya. Bagaimana cara ia mengantarkan? yaitu, dengan merubahnya menjadi sesuatu bernama pahala.
Benar, kehidupan manusia hanyalah persinggahan. Seperti singgahnya kita di suatu tempat. Mungkin di tempat peristirahatan, pengisian bahan bakar, atau apapun. Untuk mendukung perjalanan kita selanjutnya. Perjalanan ruh. Perjalanan ruh yang berbahan bakar pahala.
Semakin banyak materi yang ditransformasikan menjadi pahala, semakin banyak pula bekal ruh dalam menjalani perjalanan selanjutnya. Semakin banyak bekal, maka semakin mulus lah perjalanannya.
Jadi, memang benar.
Orang yang lebih buruk dari sebelumnya, dia akan celaka.
Orang yang sama seperti sebelumnya, dia akan merugi.
Orang yang lebih baik dari sebelumnya, dia beruntung.
Ayo, pastikan, kita hidup di dunia ini untuk mengisi bekal sebanyak-banyaknya. Dengan cara apapun, transformasikan yang kita miliki menjadi pahala. Dan... agar tidak tersesat, jadikan buku pedoman ciptaan pemilik dunia ini sebagai buku pedoman perjalanan kita. Agar kita tidak tersesat.
Karena sehebat apapun buku pedoman buatan manusia, pasti tidak abadi dan akan terus berubah. Karena manusia, penciptanya, adalah orang yangg tidak abadi dan akan terus berubah.
Tapi, bayangkan buku pedoman ciptaan-Nya. Yang abadi dan tidak berubah, seperti Dia. Tak perlu susah-susah mengkritisi, karena Dia Yang MahaPintar. Tak perlu susah-susah dijatuhkan, karena Dia Yang MahaKuasa.
Malu lah kamu, orang yang mengkritisi dan menjatuhkan Buku ini (Al-Quran). Menciptakan energi saja kau tak bisa, apalagi menciptakan dunia dan segala isinya (energi: tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan, tetapi hanya diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya)? Menguasai bumi dan isinya saja kau tak bisa, apalagi menguasai dunia dan isinya? Kalau segala tidak bisa, mau menciptakan pedoman yang seperti apa?
Jadi, ayo pastikan dalam persinggahan kali ini, kita mengisi bekal sebanyak-banyaknya.